Jumat, 27 Desember 2013

Indonesia negara yang ‘’aneh’’



Indonesia negara aneh. Kiranya terdengar aneh pula, kenapa aneh? Alasannya karena negara ini melantik pejabat pemerintahan di Lembaga Pemasyarakatan. Kali ini Hambit Bintih dengan pasangannya, Arton S. Dohong, adalah calon Bupati dan Wakil Bupati Gunung Mas yang dimenangkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam sengketa pemilukada Kabupaten Gunung Mas. Habit Bintih saat ini menjadi tersangka kasus dugaan penyuapan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi  Akil Mochtar ketika masih Ketua MK.
Sebelumnya terdapat juga Wakil Bupati yang dilantik yaitu wakil Bupati Mesuji  terpilih, Ismail Ishak, terjerat kasus korupsi APBD Tulangbawang ketika dia menjadi anggota DPRD Kabupaten Tulangbawang tahun 2006. Dia terbukti menerima uang suap senilai sekitar Rp30 juta. Ismailpun dilantik oleh Gubernur Lampung Sjahcroedin ZP, di Menggala, sekitar 121 km dari Kota Bandarlampung, Jumat (13/4/13).
Terdapat pro dan kontra dengan kedua kasus pelantikan di Lembaga Pemasyarakatan. Pihak yang pro tentu jajaran kementrian dalam negeri. Alasannya karena masih tersangka, belum menjadi terdakwa, jadi boleh saja dilantik. Alasan selanjutnya adalah bagaimana mau di non aktifkan jika belum aktif. Itulah alasan mengapa kementrian dalam negeri bersikukuh untuk tetap melaksanakan pelantikan oleh keduanya.
Untuk kasus wakil bupati Mesuji, ini seakan menjadi catatan sejarah dalam pemerintahan didaerah Mesuji pada khususnya dan Lampung pada umumnya. Lain dengan kasus Habit bintih, ini masih menjadi wacana, namun telah menulai penolakan oleh pihak KPK. Pihak KPK melalui juru bicaranya menolak adanya permintaan  permohonan izin pelantikan Hambit Bintih sebagai Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Permintaan tersebut datang dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Gunung Mas.
"KPK telah menentukan sikap, permintaan DPRD tak disetujui oleh pimpinan KPK. Surat resmi akan disampaikan kepada DPRD secepatnya," kata Johan melalui pesan pendek, Kamis, 26 Desember 2013.
Berbeda dengan KPK Pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Margarito Kamis mengatakan, pihaknya mengerti sikap yang diambil oleh KPK, dan itu tidak bisa disalahkan. Namun, ada hal yang menurutnya lebih penting yakni, penyelenggaraan Pemerintah Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
“Makanya perlu ada kompromi. KPK mengerti juga apa maksud dari Kemendagri. Hambit itu harus dilantik, tidak bisa tidak,” kata Margarito pada Republika saat dikonfirmasi, Rabu (25/12).
Dia menambahkan, ini adalah masalah yang krusial, bahkan pemerintah diminta membuat Perppu menyangkut hal tersebut. Ke depan, revisi UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (pemda), kata dia, harus dikaji betul.
Menurut Margarito, harus ada poin yang memaksa kepala daerah tersangka korupsi mundur dari jabatannya. Kemudian, mereka yang baru terpilih tidak diangkat serta dihilangkan hak dan kewajibannya sebagai pemenang pemilu. Secara langsung, tanpa adanya proses atau usulan, wewenangnya dilimpahkan ke wakil.
“Itu lebih sederhana ketimbang harus membuat surat pelimpahan, itu pun kalau dia mau menyetujui. Jadi aturan harus tegas dan memaksa,” ujar dia.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mendorong Bupati Gunung Mas Hambit Bintih (HB) melimpahkan wewenang ke wakilnya. Meski telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun pelantikan tetap akan berlangsung.
Gamawan mengatakan, pihaknya mengizinkan pelantikan karena untuk menonaktifkan HB ke depan, dia harus diangkat terlebih dahulu sebagai kepala daerah. Proses hukum di KPK memang harus dihormati, tapi prosedur dan mekanisme kepemerintahan harus berjalan.
“Undang-undang (UU) sudah mengaturnya demikian. Kalau tidak ada pelantikan, lalu langsung dinonaktifkan, berarti melanggar ketentuan. Hanya kami akan mendorong agar HB segera limpahkan wewenangnya ke wakil,” kata Gamawan pada Republika saat dikonfirmasi, Rabu (25/12).
Dia menambahkan, kemenangan HB dalam pemilukada, lantaran amanat masyarakat. Dengan adanya pelantikan tersebut, pihaknya tetap menghormati pilihan rakyat. Lagi pula, menurut dia, asas praduga tak bersalah, perlu dijunjung selama status HB masih tersangka.
Untuk pelantikan HB, dia mengatakan, tinggal menunggu persetujuan KPK, apakah mendapat izin untuk melangsungkannya di luar rutan KPK atau harus di dalam lingkungan tersebut. Tanpa adanya pengesahan jabatan itu, roda pemerintahan dikhawatirkan terhambat.
“Ini bukan hanya soal etika dan moral. Tapi mekanisme serta prosedur. Kalau tidak ada pengangkatan kepala daerah sekarang, dampaknya akan lebih berat lagi serta berdampak pada jalannya pelaksanaan pemerintahan,” ujar dia.
Sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2013/12/27/078540393/Alasan-KPK-Tolak-Pelantikan-Bupati-Hambit-Bintih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar