Jakarta jadul Ville de Batavia – Image of Batavia, capital of the Dutch East Indies in what is now North Jakarta, circa 1780
Terowongan ada dibawah menara Syahbandar yang kini lebih dikenal
dengan sebutan menara miring itu, terus terhubung dengan Benteng
Frederik Hendrik di taman Wilhelmina Park Oud Fort dan benteng bawah
tanahnya, lalu diibongkar dan kini menjadi mesjid Istiqlal Jakarta.
Selain itu juga ada terowongan dibawah gedung Stadius bahkan bungker di
Stasiun Kereta Api Tanjung Priok.
Menelisik Jakarta tempo dulu memang mengundang decak kagum. Kota yang
dulu pernah dinamai Batavia ini hingga kini masih menyimpan banyak
misteri yang belum terungkap. Bicara soal Jakarta tempo dulu memang tidak bisa dilepaskan dari
bangunan-bangunan peninggalan Belanda. Hingga kini beberapa bangunan
Belanda masih bertengger kokoh, namun ada juga yang sudah terbengkalai. Bangunan yang diyakini ada namun kini tidak terurus adalah terowongan
yang menghubungkan Menara Syahbandar dengan Masjid Istiqlal dan juga
Museum Fatahillah. Benarkah ada terowongan tersebut?
Penjara Bawah Tanah di Menara Syahbandar
Uitkijk Post atau menara pemantau, karena menara ini digunakan untuk memantau seluruh wilayah
Menara Syahbandar yang disebut juga Uitkijk Post, didirikan pada tahun
1839 dan berada di tepi barat muara Sungai Ciliwung atau tepatnya kini
terletak di Jalan Pasar Ikan No.1, Jakarta. Disebut Uitkijk Post atau menara pemantau, karena menara ini digunakan
untuk memantau seluruh wilayah baik ke arah Pelabuhan Sunda Kelapa dan
laut lepas di sebelah utara maupun ke arah Kota Batavia di sebelah
selatannya. Kepala Seksi Koleksi dan Perawatan Museum Bahari Unit Pengelolaan (UP)
Dinas pariwisata, M. Isa Ansyari menunjukkan ruang bawah tanah tersebut. Sebelum dipugar, menara ini juga pernah dijadikan Kantor Komando Sektor Kepolisian (Komseko). Bahkan ruang bawah tanah atau bunker di bawah Menara Syahbandar pernah dijadikan sebagai penjara di awal kemerdekaan.
“Pada tahun 1949, beberapa tahun setelah merdeka, menara ini pernah menjadi kantor polisi pada waktu itu,” ujar Isa di Menara Syabandar, Jakarta Utara, Selasa (30/7/13). Dahulu mereka yang dianggap penjahat karena berulah di pelabuhan ditempatkan di sel bawah tanah ini. Ruang bawah tersebut dijadikan penjara karena saat itu belum ada bangunan yang memadai di sekitar pelabuhan. Selain itu di bawah menara Syahbandar atau kini lebih sering disebut “menara miring”, ada sebuah bungker atau ruang bawah tanah.
Terowongan Bawah Tanah antara Menara Syahbandar dan Istiqlal Jakarta
Pemerintah kolonial Belanda diyakini pernah membangun sebuah terowongan tepat di bawah menara Syahbandar yang kini lebih dikenal dengan sebutan menara miring itu. Terowongan tersebut terhubung dengan Benteng Frederik Hendrik di taman Wilhelmina Park Oud Fort dan benteng bawah tanah, yang kemudian dibongkar dan dibangun sebuah Masjid yang kini disebut Istiqlal.
Pemerintah kolonial Belanda diyakini pernah membangun sebuah terowongan tepat di bawah menara Syahbandar yang kini lebih dikenal dengan sebutan menara miring itu. Terowongan tersebut terhubung dengan Benteng Frederik Hendrik di taman Wilhelmina Park Oud Fort dan benteng bawah tanah, yang kemudian dibongkar dan dibangun sebuah Masjid yang kini disebut Istiqlal.
Wilhelmina-Park-Oude-Fort dan benteng tanah, kini mesjid Istiqlal Jakarta
“Kalau mau kita telusuri, ada di bawah Menara Syahbandar dan
terowongan itu dalam keadaan terkunci. Saya sendiri dapat informasi dari
sebuah buku mengenai jalur bawah tanah di bawah Menara Syahbandar yang
bisa tembus sampai mesjid Istiqlal,” ujar Wali kota Jakarta Utara, Bambang Sugiyono.
Bambang mengaku, mendapat informasi itu dari penjaga museum Bahari di kawasan Menara Syahbandar. Di bawah Menara Syahbandar ada pintu besi yang merupakan lorong atau terowongan menuju yang dulunya Benteng Frederik Hendrik atau sekarang Masjid Istiqlal.
Bambang mengaku, mendapat informasi itu dari penjaga museum Bahari di kawasan Menara Syahbandar. Di bawah Menara Syahbandar ada pintu besi yang merupakan lorong atau terowongan menuju yang dulunya Benteng Frederik Hendrik atau sekarang Masjid Istiqlal.
Di dalam bungker tersebut juga ada sebuah pintu besi yang merupakan pintu masuk terowongan penghubung ke Stadhuis atau yang saat ini lebih dikenal sebagai “Museum Sejarah Fatahillah Jakarta” dan juga ke benteng yang sama yaitu “Benteng Frederik Hendrik” (sekarang Mesjid Istiqlal). Museum Fatahillah yang juga dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta atau Museum Batavia adalah sebuah museum yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2, Jakarta Barat dengan luas lebih dari 1.300 meter persegi. Gedung ini dulu adalah Stadhuis atau Balai Kota, yang dibangun pada tahun 1707-1710 atas perintah Gubernur Jenderal Johan Van Hoorn.
Bangunan balaikota itu serupa dengan Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara.
Ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara di Museum Fatahillah.
Pada tanggal 30 Maret 1974, gedung ini kemudian diresmikan sebagai
Museum Fatahillah. Saat ini pintu besi menuju terowongan itu sudah
ditutup, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Namun ketika disinggung soal adanya ruangan bawah tanah yang konon
menyambung hingga mesjid Istiqlal, Jakarta Pusat, menurut Isa petugas
Kepala Seksi Koleksi dan Perawatan Museum Bahari Unit Pengelolaan (UP)
Dinas pariwisata, hal itu dibantah dan hanya isapan jempol.
Menurutnya tidak ada terowongan yang menghubungkan Menara Syanbandar dengan Masjid Istiqlal.
“Tak ada itu, menara Syahbandar digunakan untuk pemerintah Hindia Belanda untuk menjadi benteng pengawas bagi kapal laut yang masuk melalui pesisir utara,” ujar Isa, Kepala Seksi Koleksi dan Perawatan Museum Bahari Unit Pengelolaan (UP) Dinas pariwisata.
Awalnya, menara Syahbandar dulunya memiliki tinggi menara sekitar 40 meter. Pada tahun 1839 didirikan menara baru sebagai pengganti menara yang lama. Menara ini kemudian direnovasi bersamaan dengan pemugaran bangunan gudang-gudang yang dijadikan Museum Bahari.
“Tak ada itu, menara Syahbandar digunakan untuk pemerintah Hindia Belanda untuk menjadi benteng pengawas bagi kapal laut yang masuk melalui pesisir utara,” ujar Isa, Kepala Seksi Koleksi dan Perawatan Museum Bahari Unit Pengelolaan (UP) Dinas pariwisata.
Awalnya, menara Syahbandar dulunya memiliki tinggi menara sekitar 40 meter. Pada tahun 1839 didirikan menara baru sebagai pengganti menara yang lama. Menara ini kemudian direnovasi bersamaan dengan pemugaran bangunan gudang-gudang yang dijadikan Museum Bahari.
Ruangan dengan lebar 8 meter dan panjang 10 meter di dalamnya hanya
terdapat tempat duduk yang ditembok setinggi setengah meter dengan luas 5
x 5 meter. Sekarang isinya hanya sebuah lampu neon yang menyala pada
bagian pojok ruangan. Kabar perihal adanya terowongan menara Syahbandar itu hingga kini masih
simpang siur. Ada yang menyakini keberadaaannya, namun ada juga yang
tidak percaya.
Terowongan dan Bunker di bawah Stasiun Tanjung Priok
Stasiun Tanjung priok dibangun tahun 1914 pada masa kolonial Belanda yang saat itu dipimpin oleh Eidenberg, lalu diresmikan pada tanggal 6 April 1925. Kemudian dimulailah penggunaan kereta rel listrik (KRL) pertama dengan rute Stasiun Tanjung Priok ke Stasiun Jakarta Kota (Beos). Pada masa itu, stasiun ini merupakan “pintu gerbang” Jakarta bagian utara sebagai tempat singgah semantara karena ramainya kedatangan para tamu dari Eropa yang baru saja tiba di Batavia dengan kapal laut-kapal laut yang merapat di pelabuhan Tanjung Priok.
Terowongan dan Bunker di bawah Stasiun Tanjung Priok
Stasiun Tanjung priok dibangun tahun 1914 pada masa kolonial Belanda yang saat itu dipimpin oleh Eidenberg, lalu diresmikan pada tanggal 6 April 1925. Kemudian dimulailah penggunaan kereta rel listrik (KRL) pertama dengan rute Stasiun Tanjung Priok ke Stasiun Jakarta Kota (Beos). Pada masa itu, stasiun ini merupakan “pintu gerbang” Jakarta bagian utara sebagai tempat singgah semantara karena ramainya kedatangan para tamu dari Eropa yang baru saja tiba di Batavia dengan kapal laut-kapal laut yang merapat di pelabuhan Tanjung Priok.
Inilah salah satu Kereta Rel Listrik pertama yang
beroperasi di Batavia tahun 1925, menghubungkan Stasiun Weltevreden
(Jakarta Kota/Beos) dengan Stasiun Tandjoengpriok.
Di lantai dua atau dilantai atas Stasiun juga terdapat kamar-kamar,
ruangan-ruangan dan bar untuk para tuan-tuan Belanda yang akan menginap
saat mereka masih menunggu jadwal transportasi untuk masuk ke pusat kota
Batavia atau sebaliknya, yaitu menunggu jadwal keberangkatan kapal laut
menuju ke Eropa. Jadi Stasiun Tanjung Priok ini dulunya multifungsi, karena terdapat juga
ruangan-ruangan mirip hotel untuk sekedar menginap sementara, atau pada
masa sekarang mirip Hotel Transit.
Pada tahun 2000 stasiun ini berhenti beroperasi karena berubahnya
manajeman di PT Kereta Api Indonesia (KAI). Stasiun yang sempat mendapat
gelar sebagai stasiun terbesar di Asa Tenggara ini kemudian beroperasi
kembali pada tanggal 28 Maret 2009. Sejalan dengan waktu, masa kini, ternyata ada benda bersejarah
peninggalan sejak zaman Belanda yang berumur ratusan tahun telah
ditemukan keberadaannya dibawah Stasiun Tanjung Priok ini, yaitu adanya
keberadaan bunker bawah tanah dengan pipa-pipa di dalamnya.
Bentangan pipa tua untuk sistem pengairan, keramik di kedalaman air 50
cm dan tulang yang sudah berwarna kehitaman berhasil ditemukan tim
arkeolog dari kantor Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat
Jenderal Sejarah dan Purbakala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
Serang. “Benda yang kita temukan dalam penggalian di ruang bawah tanah Stasiun
Tanjung Priok akan dibawa untuk diteliti lebih lanjut. Diperkirakan
masih ada ruangan rahasia lainnya yang diharapkan bisa segera
terungkap,” jelas Juliadi, tim arkeolog, Kamis (04/2/10).
Tangga munurun menuju ruang bawah tanah (bunker) di Stasiun Tanjung Priok Jakarta.
Bukan hanya itu saja, tim evakuasi bunker juga menemukan 3 ruang bawah
tanah yang dipenuhi dengan air dan lumpur yang akan digali secara
bertahap. Awal penggalian bunker dalam kondisi yang menyeramkan dimana ketinggian
air hingga sebetis dan dipenuhi lumpur. Selain itu, banyaknya nyamuk
yang merajalela diruang bawah tanah.
Setelah tim mulai melakukan penggalian kondisinya terlihat makin membaik karena terdapat cahaya dari luar. Ia menyatakan, masih memusatkan penggalian di ruang bawah tanah II
dimana didalamnya ditemukan pipa tua yang sudah berkarat dan membentang
hingga menuju terowongan misteri yang berukuran kecil.
“Saya belum bisa memastikan apa yang ada didalam terowongan itu dan air
yang berada di ruangan tersebut tergolong jernih dan tidak mengeluarkan
aroma yang tidak sedap,” ungkap Suedi Ananta, tim arkeolog yang ikut
melibatkan 9 tukang bangunan untuk membantu proses penggalian. Saat ini, tim arkeolog dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
Serang semakin gencar menguak misteri yang berada di terowongan yang
berukuran kecil tersebut.
Ruang bawah tanah (bunker) di Stasiun Tanjung Priok Jakarta.
“Mereka menggali dengan sangat hati-hati karena usia bangunan ini sudah
sangat tua. Saya sangat takjub melihat bahan yang digunakan untuk
membuat tembok ternyata bukan dari bata merah tetapi batako dan masih
berdiri dengan kokohnya,” ujar Hardinun, anggota tim evakuasi bunker
Stasiun Tanjung Priok. Sedangkan tim arkeolog sudah memulai penggalian sejak Sabtu (27/2/10)
lalu dan mereka menginap di lantai 2 yang memiliki ruang kamar tidur
yang zaman dulunya digunakan sebagai kamar hotel.
“Kami masih melakukan penggalian hingga 5 hari kedepan. Diharapkan bisa
mendapatkan penemuan baru yang selama ini menjadi misteri,” harap
Hardinun kepada wisatapesisir.com yang ikut menyaksikan langsung proses
penggalian terowongan misteri. Serangkaian misteri seputar bunker Stasiun Tanjung Priok masih belum
terpecahkan karena membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar untuk
menguaknya.
“Ada info terowongan ini menuju pulau Onrust, museum fatahillah dan
sebagainya namun masih belum pasti karena perlu bukti yang nyata,” tutur
Isroyadi, Kepala Stasiun Tanjung Priok. Ditambahkannya, selain bunker, di Stasiun Tanjung Priok juga memiliki WC
VVIP yang masih dipertahankan ornamen dan perlengkapannya.
“Hanya sedikit sekali yang dirubah sehingga ornamennya terkesan modern
namun unik,” tambah Isroyadi, Kepala Stasiun Tanjung Priok.
Sejumlah ruangan antik nampak terlihat sangat cantik dan tetap dalam
kondisi terpelihara diantaranya dapur yang lengkap dengan lemari
makanannya, ruang kecil yang mirip dengan lift namun menggunakan tali
untuk mengantar bahan makanan, ruang dansa tempo dulu, kantor, ruang
resepsionis, kamar hotel dan lain-lain. Bahkan nuansa mistik kental masih tercium di ruangan bawah tanah dan sejumlah lokasi lainnya.
“Selama saya bertugas disini tidak pernah menemukan hal-hal yang
menyeramkan namun ada beberapa orang yang menyebutkan pernah melihat
sosok orang Belanda yang berlalu lalang di sejumlah ruangan,” ucap
Isroyadi.
Sementara itu, rasa penasaran tim
arkeolog makin diuji terkait dengan penemuan terowongan berukuran kecil
yang berada di ruang bawah tanah Stasiun Tanjung Priok. Maka pantaslah Stasiun Kereta Api Tanjung Priok menjadi salah satu obyek
wisata andalan Jakarta Utara yang terangkum dalam 12 jalur wisata
pesisir karena serangkaian misteri peninggalan zaman Belanda masih
menyelimuti lokasi tersebut. Diharapkan penemuan ini bisa menarik minat wisatawan lokal maupun
mancanegara untuk berkunjung bisa menarik minat wisatawan lokal maupun
mancanegara untuk berkunjung.
Bunker Tanjung Priok Akan Dilestarikan
Pemerintah Kota Jakarta Utara belum memiliki rencana pasti untuk
mengembangkan penemuan terbaru mereka tentang ruang bawah tanah di
Stasiun Tanjung Priok, Jakarta Utara. Namun, buker ini masuk dalam
program pelestarian PT Kereta Api Indonesia. Tim arkeolog dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang sudah
meneliti penemuan terbaru itu. Menurut Juliadi, Pengawas arkeolog,
bunker Stasiun Tanjung Priok menyimpan segudang misteri. Terowongan bunker tanjung priok dan syahbandar Batavia Jakarta 02.
Terowongan dan Bungker di Stasiun Tanjung Priok
Ada beberapa perubahan dan fungsi ruang bawah tanah Stasiun Tanjung Priok. Ada sisa jaringan pipa yang berada di empat ruang. Selain itu, tim arkeolog beranggapan ruang bawah tanah yang ada di
lokasi Stasiun Tanjung Priok lebih mengarah kepada ruangan yang mengatur
sistem drainase dan diperkirakan ada lokasi septictank lama tapi belum
bisa dipastikan.
“Sejuah ini belum diketahui pasti rencana untuk apa nantinya ruang bawah tanah yang berada dibawah program pelestarian PT Kereta Api Indonesia,” ujar Juliandi , Rabu 10 Maret 2010. Sebelumnya Walikota Jakarta Utara, Bambang Sugiyono sudah meninjau situasi terbaru penggalian ruang bawah tanah di Stasiun Tanjung Priok.
“Sejuah ini belum diketahui pasti rencana untuk apa nantinya ruang bawah tanah yang berada dibawah program pelestarian PT Kereta Api Indonesia,” ujar Juliandi , Rabu 10 Maret 2010. Sebelumnya Walikota Jakarta Utara, Bambang Sugiyono sudah meninjau situasi terbaru penggalian ruang bawah tanah di Stasiun Tanjung Priok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar