Berbicara tentang peradaban sangat
menarik (interestable), karena ia menjadi bagian dari kehidupan umat
manusia yang signifikan. Sejarah manusia penuh dengan berbagai peradaban
yang silih berganti, tergantung para penguasa dan para pemimpin dunia.
Mereka yang kuat akan menentukan model peradaban umat manusia. Apalagi
di era global ini, model peradaban hampir menjadi seragam karena
sekat-sekat teritorial, nasional, budaya, agama, dan ras tidak mampu
membentengi dirinya dari upaya memasarkan model peradaban yang menjadi
trend di pihak-pihak yang kuat dan berkuasa. Sehingga pada gilirannya,
corak-corak budaya, agama, nasional, dan ras menjadi luntur dan akhirnya
hancur, kemudian diganti dengan model paradaban yang mendunia.
Peradaban islam adalah terjemahan dari kata Arab al – hadha- rah al – islamiyah.Kata arab ini juga sering di artikan dalam bahasa indonesia dengan kebuayaan islam “kebudayaan” dalam bahasa arab adalah al-tsaqafa, di indonesia,sebagai mana juga di arab dan barat.
Kalau kita baca definisi kebudayaan (culture), misalnya dalam Kamus yang sama: (1). The
totality of socially transmitted behavior patterns, arts, beliefs,
institutions, and all other products of human work and thought….,
maka kebudayaan memiliki makna yang hampir sama dengan peradaban.
Keduanya adalah hasil kerja manusia pada suatu zaman. Namun, dalam
pembicaraan secara umum, peradaban nuansanya lebih luas, lebih
menyeluruh, lebih sophisticated, dan lebih mentereng.
Sumber: http://serbasejarah.wordpress.com/2009/03/17/sejarah-peradaban-islam-indonesia-yang-terkubur-dikubur/
Sumber: http://serbasejarah.wordpress.com/2009/03/17/sejarah-peradaban-islam-indonesia-yang-terkubur-dikubur/
Disamping itu, berbeda dengan kebudayaan,
peradaban lebih dekat dengan struktural (kekuasaan), bahkan
melingkupinya. Sedang kebudayaan, biasanya malah sering disebut sebagai
antitesa dari kekuasaan (struktural), sehingga sering muncul istilah
‘pendekatan struktural’ dan ‘pendekatan kultural’. Belum lagi dalam
keseharian, kebudayaan malah dipersempit lagi dengan aspek2 kesenian
belaka. Bahkan kedua aspek itu sering digabung menjadi seni-budaya.
Karenanya berbeda dengan kebudayaan yang bisa dibiarakan relatif
terlepas dari kekuasaan, peradaban hampir selalu terkait dengan
kekuasaan.
Islam diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa bangsa arab yang semula terkebelakang, bodoh, tidak
terkenal,dan di abaikan oleh bangsa- bangsa lain,menjadi banngsa yang
maju.Ia dengan cepat bergerak mengembangkan dunia, membina suatu
kebudayaan dan pradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah
manusia hingga sekarang.bahkan kemajuan wilayah barat bersumber dari
peradaban islam yang masuk ke Eropa melalui Spayol.
Ketika berbicara tentang masa lalu kaum muslimin bisa jadi sebagian orang –muslim- merasa kurang tertarik bahkan terkesan tidak mau membicarakannya.
Inilah buah dari pendidikan kita yang sekuler, Islam tidak
diperkenalkan secara komprehensif sebagai peradaban yang agung dan mulia
namun hanya diperkenalkan sebagai sebuah ‘agama’ belaka, bukan sebagai
sebuah aturan hidup di segala bidang (Idiologi).
Gambaran Islam sebagai sebuah peradaban
secara objektif yang terdiri dari aspek kebudayan materi (madaniah) dan
kebudayaan inmateri (Tsaqafah) sedikit sekali kita temukan dibuku-buku
standar pendidikan kita hingga hari ini.
Peradaban Islam yang dibangun oleh
kebudayan materi (madaniah) yaitu hasil karya fisik yang disyariatkan
maupun yang bersifat mubah, yaitu produk ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adapun kebudayaan inmateri (Tsaqafah) yaitu berupa pemikiran yang
berfondasikan aqidah dan syariah islam yaitu aturan beribadah dengan
sang pencipta, aturan pergaulan, ilmu ekonomi, pendidikan, aturan
pemerintahan, kemiliteran, aturan hukum, hingga aturan berhubungan
dengan luar negeri.
Dalam ranah sejarah, harapan membangun
kaum muslimin bangga terhadap Agamanya sehingga ingin mengamalkan
agamanya dan memperjuangkannya, justru terbalik, karena yang ditemukan dalam sejarah Peradaban Islam ternyata kejumudan, penindasan, pengkhianatan, pembunuhan, kerakusan, dsb. Apa sebab? Ternyata yang kita baca selama ini referensinya kebanyakan dari para orientalis barat yang jelas-jelas membenci islam.
Imbas dari pandangan negatif terhadap
Sejarah Peradaban Islam adalah dimarjinalkannya ilmu-ilmu islam lainnya.
Aqidah dikaji secara dangkal, difahami sebagai Rukun Iman belaka yang
dicukupkan untuk dihapal dan dilisankan, bukannya untuk perlihatkan,
diamalkan. Syariah sering didengung-dengungkan tetapi mengkajinya
jarang-jarang.Bahasa arab dipinggirkan. Al-Qur’an lebih banyak dilagukan
daripada dijadikan petunjuk dan pedoman kehidupan. As-Sunnah sering
diperbincangkan namun contoh Rasulullah seringkali diacuhkan. Padahal
tidak akan terlihat idealitas keagungan dan kemuliaan Islam tersebut
apabila tidak difaktual dalam kehidupan. Saya rasa sedang kita rasakan
saat ini. Itulah kiranya fakta kemunduran umat muslim saat Ini.
Barat menuduh kaum muslimin sebagai kaum
yang bengis, dan agamanya adalah agama yang jumud, anti ilmu, anti
pemikiran serta kreatifitas dalam seluruh segemen. Ini adalah penghinaan murni kepada Islam dan umatnya.
Kaum muslimin terdahulu, adalah pembawa obor ilmu pengetahuan,
membangun pilar-pilar peradaban Islam yang telah menerangi dunia ini,
dan hingga sekarang tetap meneranginya.Memang benar, kaum muslimin
mengetahui peradaban-peradaban umat sebelumnya, dan mereka mengambil
manfaat pelajaran darinya dan bahkan menambahkannya, membenarkan yang
benar, lalu mereka membuat kreasi baru di setiap lapangan ilmu
pengetahuan dan kemanusiaan di saat Eropa dalam kegelapan. Kemajuan
Eropa di segala bidang yang telah diraihnya pun tak terlepas dari
peradaban Islam dan kaum muslimin.
Kejadian-kejadian dan penemuan-penemuan
yang telah ditemukan oleh tokoh-tokoh ilmuwan muslim terdahulu jarang
diwacanakan atau diinformasikan kepada kita. Sebaliknya, – pada masa
kejayaan islam- dimanipulir oleh Barat., lalu mereka menisbatkan
penemuan-penemuan tersebut kepada tokoh-tokoh mereka. Sebagai contoh,
Isaac Newton, , Barat menobatkan ia sebagai penemu teori gravitasi bumi.
Padahal, Tsabit bin Qarah telah menemukan teori itu seratus tahun sebelumnya daripada Newton.
Dimanakah Sejarah Peradaban Islam Indonesia?
Peradaban yang dibangun oleh Nabi
Muhammad Saw. adalah peradaban yang dibangun di atas pijakan pandangan
dunia agama bukan materi. Islam lebih mengedepankan nilai-nilai ruhani
dan kemanusiaan. Materi – termasuk teknologi – bukan tujuan utama tetapi
hanya aksidental. Keberhasilan menurut Islam tidak diukur
dengan perolehan materi yang banyak tetapi diukur dengan pendekatan diri
kepada Allah dan memperbanyak bekal untuk hari akhir. Imam Ali
as. di saat kepalanya ditebas oleh seorang Khawarij secara spontan
berkata, “Demi Tuhan Ka’bah, aku telah berhasil !”. Sampainya seseorang
kepada Allah Swt dan berkhidmat kepada manusia adalah prestasi yang
dituntut oleh Islam. Materi sebagai materi tidak mempunyai nilai apapun
di mata Islam. Materi akan berarti jika dimaknai dengan tujuan-tujuan
akhirat. Dalam tulisan ringkas ini, saya tidak perlu mengutip ayat
maupun hadis tentang iman dan amal kebaikan, karena sangat banyak ayat
dan hadis yang menjelaskan hal tersebut.
Nabi Muhammad Saw. dengan peradaban yang
berdasarkan nilai-nilai agama dan kemanusiaan berhasil mengalahkan dua
kekuatan yang kuat; Persia dan Romawi yang membangun peradaban dengan
kekuatan materi. Meskipun pada perkembangan berikutnya para pemimpin
Islam, khususnya khilafah Abbasiyyah, lebih concern pada pembangunan
materi bukan pengembangan nilai-nilai agama dan kemanusiaan.
Jauh sebelum Islam masuk ke Indonesia,
bangsa Indonesia telah memeluk agama hindu dan budha disamping
kepercayaan nenek moyang mereka yang menganut animisme dan dinamisme.
Setelah Islam masuk ke Indonesia, Islam berpengaruh besar baik dalam
bidang politik, sosial, ekonomi,maupun di bidang kebudayaan yang antara
lain seperti di bawah ini.
Pengaruh Bahasa dan Nama
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat banyak dipengaruhi oleh
bahasa Arab. Bahasa Arab sudah banayk menyatu dalam kosa kata bahasa
Indonesia, contohnya kata wajib, fardu, lahir, bathin, musyawarah,
surat, kabar, koran, jual, kursi dan masker. Dalam hal nama juga banyak
dipakai nama-nama yang berciri Islam (Arab) seperti Muhammad, Abdullah,
Anwar, Ahmad, Abdul, Muthalib, Muhaimin, Junaidi, Aminah, Khadijah,
Maimunah, Rahmillah, Rohani dan Rahma.
Pengaruh Budaya, Adat Istiadat dan Seni
Kebiasaan yang banyak berkembang dari budaya Islam dapat berupa ucapan
salam, acara tahlilan, syukuran, yasinan dan lain-lain. Dalam hal
kesenian, banyak dijumpai seni musik seperti kasidah, rebana, marawis,
barzanji dan shalawat. Kita juga melihat pengaruh di bidang seni
arsitektur rumah peribadatan atau masjid di Indonesia yang banayak
dipengaruhi oleh arsitektur masjid yang ada di wilayah Timur Tengah.
Pengaruh dalam Bidang Politik
Pengaruh ini dapat dilihat dalam sistem
pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia seperti konsep
khilafah atau kesultanan yang sering kita jumpai pada kerajaan-kerajaan
seperti Aceh, Mataram. Demak, Banten dan Tidore
Pengaruh di bidang ekonomi
Daerah-daerah pesisir sering dikunjungi
para pedagang Islam dari Arab, Parsi,dan Gujarat yang menerapkan konsep
jual beli secara Islam. Juga adanya kewajiban membayar zakat atau amal
jariyah yang lainnya, seperti sedekah, infak, waqaf, menyantuni yatim,
piatu, fakir dan miskin. Hal itu membuat perekonomian umat Islam semakin
berkembang.
Ulama dan Intelektual; Simbol Peradaban Islam Indonesia
Sangat disayangkan.. “penglihatan”
sejarah Islam di Indonesia tidak memunculkan “periodisasi keemasan”
peradaban Islam dalam kurun waktu abad 16 sampai 18 M, karena
periodisasi yang muncul adalah masa “prakolonialis”. Padahal pada masa
ini tumbuh peradaban Islam yang setaraf dengan sejarah peradaban Islam
di Timur Tengah masa Daulah Abassiyah. Bukti-bukti yang menunjukan
lahirnya peradaban Islam di Indonesia adalah dengan munculnya para Ulama
dan Intelektual Islam di seluruh penjuru Nusantara. Mereka diantaranya :
- Syeikh Hamzah al-Fansuri (Sasterawan sufi agung)
- Syeikh Nuruddin ar-Raniri (Ulama ahli debat,tersohor di Aceh)
- Habib Husein al-Qadri (Penyebar Islam Kalimantan Barat)
- Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari (Pengarang Sabil al-Muhtadin)
- Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari (Ulama sufi dunia Melayu)
- Syarif Abdur Rahman al-Qadri (Sultan pertama kerajaan Pontianak)
- Syeikh Abdul Rahman Minangkabau (Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah)
- Mufti Jamaluddin al-Banjari (Ahli undang-undang Kerajaan Banjar)
- Ahmad Khathib Sambas (Mursyid Tariqat Qadiriyah)
- Syeikh Nawawi al-Bantani (Digelar Imam Nawawi kedua)
- Muhammad Khalil al-Maduri (Guru ulama Jawa, Madura)
- Saiyid Utsman Betawi (Mufti paling masyhur)
- Tuanku Kisa-i al-Minankabawi lahirkan tokoh besar Hamka
- Raja Muhammad Sa’id – Cendekiawan Istana Riau
- dll
….. sayang sedikit pengetahuan tentang
mereka..padahal mereka telah memberikan andil besar dalam peradaban
Islam di Indonesia dengan karya-karya kitab yang mereka tulis. Tulisan
tangan asli para ulama yang disebut manuskrip, merupakan bukti sejarah
perkembangan Islam di kawasan ini. DR H Uka Tjandrasasmita, seorang
Arkeolog Islam menyatakan ; Di Aceh, pada abad 16–17 terdapat cukup
banyak penulis manuskrip. Misalnya, Hamzah Fansuri, yang dikenal sebagai
tokoh sufi ternama pada masanya. Kemudian ada Syekh Nuruddin ar-Raniri
alias Syeikh Nuruddin Muhammad ibnu ‘Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad
Hamid ar-Raniri al-Quraisyi. Ia dikenal sebagai ulama yang juga bertugas
menjadi Qadhi al-Malik al-Adil dan Mufti Muaddam di Kesultanan Aceh
pada kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani abad 16. Salah satu karyanya
yang terkenal berjudul ”Bustanul Salatin.” Syeikh Abdul Rauf al-Singkili
yang juga ditetapkan sebagai Mufti dan Qadhi Malik al-Adil di
Kesultanan Aceh selama periode empat orang ratu, juga banyak menulis
naskah-naskah keislaman.
Karya-karya mereka tidak hanya berkembang
di Aceh, tapi juga berkembang seluruh Sumatera, Semenanjung Malaka
sampai ke Thailand Selatan. Karya-karya mereka juga mempengaruhi
pemikiran dan awal peradaban Islam di Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan,
Nusa Tenggara, kepulauan Maluku, Buton hingga Papua. Sehingga di daerah
itu juga terdapat peninggalan karya ulama Aceh ini. Perkembangan
selanjutnya, memunculkan karya keislaman di daerah lain seperti, Kitab
Sabilal Muhtadin karya Syekh al Banjari di Banjarmasin. Di Palembang
juga ada. Di Banten ada Syekh al Bantani yang juga menulis banyak
manuskrip. Semua manuskrip ini menjadi rujukan umat dan penguasa saat
itu.
Taufik Abdullah (2002) membagi sejarah
peradaban Islam di Nusantara dari abad ke-13 hingga pertengahan abad
ke-19 M ke dalam tiga gelombang, yaitu :
- Gelombang Pertama adalah gelombang diletakkannya dasar-dasar kosmopolitanisme Islam, yaitu sikap budaya yang menjadikan diri sebagai bagian dari masyarakat kosmopolitan dengan referensi kebudayaan Islam. Gelombang ini terjadi sebelum dan setelah munculnya kerajaan Samudra Pasai hingga akhir abad ke-14 M.
- Gelombang Kedua terjadi proses islamisasi kebudayaan dan realitas secara besar-besaran. Islam dipakai sebagai cermin untuk melihat dan memahami realitas. Pusaka lama dari zaman pra-Islam, yang Syamanistik, Hinduistik dan Buddhistik ditransformasikan ke dalam situasi pemikiran Islam dan tidak jarang dipahami sebagai sesuatu yang islami dari sudut pandang doktrin. Gelombang ini terjadi bersamaan dengan munculnya kesultanan Malaka (1400-1511) dan Aceh Darussalam (1516-1700).
- Gelombang Ketiga, ketika pusat-pusat kekuasaan Islam di Nusantara mulai tersebar hampir seluruh kepulauan Nusantara, pusat-pusat kekuasaan ini ‘seolah-olah’ berlomba-lomba melahirkan para ulama besar. Dalam gelombang inilah proses ortodoksi Islam mengalami masa puncaknya. Ini terjadi pada abad ke-18 – 19 M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar