Senin, 17 Maret 2014

Dilema Pemilih



Masa kampanye terbuka Partai Politik yang dimulai dari hari minggu 16 Maret sampai 5 April 2014 diharapkan berjalan dengan damai. Duabelas (12) Parpol akan memaksimalkan waktu yang ada untuk memperoleh suara pada pemilihan umum pada 9 April mendatang. Pada kampanye setiap Partai tentu akan memberikan janji-janji manis pada calon pemilih. Tujuannya adalah supaya pemilih memilih Caleg (Calon Legislatif) yang diusung oleh setiap Partai yang berkampanye. Berbagai macam cara dilakukan dalam berkampanye yang penting bisa mensosialisasikan program kerja (saya menyebutnya janji manis) kepada khalayak ramai.
Setiap Partai Politik tahun ini seakan bersepakat untuk menggunakan kata “perubahan” dalam setiap kampanye yang dilakukan. Alasanya bisa dimungkinkan karena melihat kinerja dari Partai Penguasa sekarang tidak sedikit yang tersangkut masalah korupsi. Hal itu mungkin yang menjadi dasar mengapa sebagian besar Parpol peserta Pemilu mengunakan jargon perubahan. Memang yang diinginkan oleh masyarakat (dalam hal ini pemilih) adalah adanya perubahan dalam segala aspek sosial dan kemasyarakatan.
Masyarakat sebagai pemilih tentu harus pintar dalam menentukan Caleg (Calon Legislatif) dari Partai apa yang dapat mewakili suaranya dalam Parlemen mendatang. Jika tidak ingin terpengaruh oleh nama Partai tentu harus memilih sosok yang benar-benar mampu bersuara lantang demi kepentingan rakyat. Pemilih tidak harus berpatokan pada Partai yang berbau agama, yang terpenting adalah mampu mewakili suara rakyat.
Ada yang berfikiran bahwa Caleg (Calon Legislatif) adalah mereka yang mencari kerja atas nama suara rakyat. Hal itu tentu beralasan jika melihat dari beberapa oknum anggota dewan yang melakukan korupsi. Tentu tidak hanya pada pemilihan Caleg (Calon Legislatif) kali ini banyak dari kalangan bawah yang mencalonkan diri untuk duduk dikursi Parlemen. Tidak ada maksud sama sekali untuk memandang sebelah mata Caleg dari kalangan bawah, namun perlu difikirkan lagi untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat dengan hanya bermodalkan keinginan untuk melakukan perubahan. Tujuannya sangat baik dan perlu diapresiasi, namun sepertinya tidak mudah jika hanya bermodalkan keinginan. Setiap warga negara Indonesia ingin melakukan perubahan, akan tetapi dibutuhkan kepandaian dalam berfikir, bernegosiasi, menyusun program kerja dan bagaimana pelaksanaan program tersebut.
Dan tidak sedikit masyarakat berfikiran untuk melakukan gerakan Golput (Golongan Putih) karena melihat kinerja para wakilnya 5 (lima) tahun kemarin. Seperti ada dilema dalam hati pemilih apakah dia harus mimilih atau Golput. Jika memeng harus memilih tentu jangan melakukan kesalahan yang sama seperti yang telah terjadi saat ini. Dan jika harus Golput ada kekhawatiran akan seperti apa Negara ini jika kebanyakan masyarakat melakukan gerakan Golput.
Untuk mengetahui lebih banyak masyarakat yang Golput atau yang memilih kita tunggu saja pada tanggal 9 April mendatang. Perlu kerja keras dari semua partai untuk meyakinkan pemilih supaya tidak Golput. Tentunya dengan cara memberikan bukti bukan janji Manis.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar